20100110

KELOMPOK CIPAYUNG, QUO VADIS? (Drs. Eko Tjokrodjojo)

KELOMPOK CIPAYUNG, QUO VADIS?
Drs. Eko Tjokrodjojo

Berbicara mengenai Kelompok Cipayung bagi saya sempat terlibat dalam pendiriannya, adalah hal-hal sangat menggugah perasaan karena di samping menghanyutkan saya dalam nostaiga romantika gejolak kehidupan kemahasiswaan di masa lalu, juga mengharukan melihat betapa beratnya tanggung jawab mahasiswa dalam menjawab tantangan sejara bangsa. Jawaban tantangan tersebut antara lain berupa, merumuskan- hakikat masa depan bangsa sesuai dengan cita-cita Proklamasi 1945 secara obyektif dengan mendayagunakan kesadaran intelektual dan kepekaan idealisme moral, maupun dalam upaya mahasiswa untuk berperan serta secara comprehensive dalam perjuangan mewujudkan secara nyata cita-cita bangsa yang penuh liku-liku, problema-problema dan dadakan-dadakan.
Upaya mahasiswa bukan saja tidak mungkin untuk dilaksanakan sendiriaan, melainkan juga harus bekerja sama dengan kelompok-kelompok masyarakat lain yang begitu konpleks dan berbeda-beda kepentingan satu sama lain. Kalau tidak diantisipasi secara hati-hati dan bijaksana, bukan mustahil justru akan memeca-belah bangsa. Sebuah pameo populea, melukiskan bahwa betapa pentingnya peranan mahasiswa ‘students today, leader tomorrow’, sehingga apapun yang terjadi dalam dunia kemahasiswaan saat ini akan membekas dalam kehidupan bangsa, baik keberhasilan atau kegagalan, persatuan atau perpecahan.
Tingkat keberhasilan perjuangan mahasiswa menurut hemat saya, tidak diukur oleh beberapa banyaknya materi dan proyek fisik yang berhasil diwujudkan, masih banyak aktivitas mahasiswa yang berorientasi pada standard yang naif tersebut di atas. Padahal, mahasiswa baru bisa dikatakan berhasil dalam memenuhi panggilan sejarah dengan bekerja sama dan berdialog bersama kelompok masyarakat lainnya, mahasiswa juga berdialog dengan dirinya sendiri dan sesama secara jujur dan jernih. Tanpa bersikap jujur dan jernih di pentas sejarah, mahasiswa pasti gagal dalam misi sucinya.
Lahimya Kelompok Cipayung pada tanggal 10 Januari 1972 tidak bisa dilepaskan tapak-tapak sejarah perjuangan mahasiswa dalam berkomunikasi dan dialog satu sama lain, khususnya yang tergolong organisasi-organisasi mahasiswa yang saat ini sangat besar pengaruhnya dalam dunia kemahasiswaan dan kampus.
Sebelum tahun 1965, organisasi-organisasi mahasiswa ekstra universiter tergabung dalam PPMI, terdiri antara lain HMI, GMNI, PMII, PMKRI, GMKI, GGMI, Perhimi, Mapanas, SOMAL, IMM, dan lain-lain. Namun, dalam kenyataannya bukanlah persatuan dan kerukunan yang dialami oleh para mahasiswa melainkan menjustrus pada perpecahan antargolongan disebabkan karena kiprah CGMI, GMNI-Asu, Perhimi dan penganutnya yang sangat agresif misalnya saling dominasi, intimidasi, dan manipulasi. Puncaknya gelisah itu ketika CGMI, GMNI-ASU, Perhimi dan lain-lain yang disebut sebagai golongan ‘kiri’ menuntut agar HMI dibubarkan sebab HMI mengidap 13 ciri kontra revolusi. Kesemua organisasi mahasiswa/pemuda bungkam atau tunduk terhadap tuntutan itu, kecuali PMKRI yang tegas-tegas menolak. Selagi dipaksakan menandatangani surat tuntutan itu (bulan September 1965) mengenai pernyataan untuk menuntut pembubaran HMI. Cosmas Batubara yang biasanya sabar dan tenang, tiba-tiba merobek-robek konsep pernyataan tersebut, sambil naik ke atas panggung karena brutalnya dari sikap CGMI, GMNI-Asu, dan sekutunya. Kemudian PPMI secara praktis bubar ketika meletus peristiwa Gerakan 30 September 1965, karena sebelumnya terpecah dua antara ‘kiri’ dan ‘non-kiri’.
Setelah kudeta Gerakan 30 September 1965, organisasi-organisasi mahasiswa ekstra universiter ‘nonkiri’ mendirikan KAMI yang bersatu dan bahu-membahu melawan PKI dan CGMI, serta kelompok pendukungnya. Acuan-acuan ekstra universiter mahasiswa di KAMI kelihatan rukun dan harmonis, sampai di bubarkan PKI dan sekutunya. Namun KAMI juga bubar, bubar bukan karena tindakan ideologis melainkan terpaksa bubar dari kehendak diri sendiri. Upaya mempersatukan mahasiswa kembali, terdapat dua pertemuan tetapi gagal karena pada masa itu terjadi kerawanan dalam kehidupan kemahasiswaan.
Abdul Gafur sebagai wakil World Assembly of Youth mencoba mengumpulkan aktivis mahasiswa mahasiswa saat itu di Cikopo, Jawa Barat namun pertemuan itu bubar di tengah jalan tanpa tanpa kejelasan. Mungkin disebabkan upaya Abdul Gafur dan Harj adi Dramawan ini tidak disepakati dan tanpa restu dari induk Golkar.
Tahun 1970 atas prakarsa Mashuri sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan dan Amir Machmud sebagai menteri dalam negeri, aktivis intern dan ekstern universiter dipertemukan di Bogor. Setelah berhari-hari pertemuan berlangsung dengan tegang dan melelahkan, di bawah penekanan target terbentuknya lembaga NUS (National Union of Student) harus tercapai, kembali upaya ini gagal.
Dalam belajar dari pengalaman sejarah yang lalu, menyadari bahwa untuk sebuah persatuan yang hakiki oleh mahasiswa bukanlah suatu ‘wadah’ persatuan saja, tetapi juga ‘isi’ yaitu, perasaan jiwa dan nilai-nilai yang sama dari mahasiswa yang harus dipersatukan. Maka PP PMKRI dan PB HMI mengambil inisiatif untuk bertemu dan berdialog secara informal dari hati ke hati, mencoba mengagendakan dan merajut persamaan-persamaan nilai dan pandangan masing-masing, menilai dari hal paling dasar sebagai modal, untuk berkomunikasi dan kalau mungkin bersatu.
Mereka juga tidak menutup mata akan adanya nilai-nilai dan kepentingan masing yang berbeda-beda, namun masing-masing dari mereka belajar untuk mengenali dan memaklumkan perbedaan masing-masing tanpa perlu saling memusuhi. Pertemuanpun diperluas dengan GMKI dan GMNI, sehingga tanggal 10 Januari 1972 di Jakarta, dan tanggal 22 Januari 1972 dilaksanakan pertemuan di Cipayung yang mengevaluasi terhadap miniatur Indonesia Indah yang menghasilkan Kesepakatan Cipayung, dan ditandatangani oleh Akbar Tanjung (PB HMI), Soerjadi (DPP GMNI), Chris Siner Key Timu (PP PMKRI), dan Binsar Sianipar (PP GMKI).
Nurcholis Masjid salah satu pendiri Kelompok Cipayung yang terlibat dalam pertemuan-pertemuan pra-Kesepakatan Cipayung yang begitu produktif dan positif bagi sejarah persatuan berikutnya. Rupanya merupakan awal dari sebuah tradisi dan pertemuan-pertemuan berikutnya. Keberhasilan Kelompok Cipayung adalah kesinambungan memerlihara persatuan antarmahasiswa ekstra universiter, paling tidak sudah dipertahankan selama 25 tahun lebih.
Peristiwa ini tidak memecah-belah Kelompok Cipayung. Juga peristiwa November kelabu, di mana ketua-ketua organisasi mahasiswa termasuk Kelompok Cipayung ditahan (bulan Januari 1972) tidak juga menghancurkan Kelompok Cipayung. Kekenyalan dan daya tahan Kelompok Cipayung di samping anggota-anggota semakin tinggi rasa, jiwa, dan nilai persatuannya, sudah semakin mahir dalam berkomunikasi dan percobaan mempertahankan persatuan. Kelompok Cipayung memilih bentuk dan struktur organisasi yang lebih lunak seperti federasi, sehingga dapat lebih leluasa bagi organisasi masing-masing.
Wadah Kelompok Cipayung yang lebih lunak, memungkinkan organisasi mahasiswa melanjutkan tradisi dan percobaan komunikasi tanpa khawatir dominasi organisasi mahasiswa lain, tanpa memiliki pengurus tetapi cukup kelompok kerja. Kelompok Cipayung sekarang ini belum kelihatan adanya program yang nyata dari kelompok kerja, kadang-kadang seperti mengambang. Namun Kelompok Cipayung dalam aspek kemandirian dan demokrasi justru menjadi lebih tinggi daripada kelemahan-kelemahannya di atas tadi. Keberadaaan Kelompok Cipayung lebih nyata, terutama dalam hikmah kebangsaan dan hikmah kesi bangunan dari tongkat estafet kepemimpinan agar mewujudkan; masyarakat Indonesia yang kita cita-citakan, sejahtera, sejahtera, adil, demokrasi, dan bermartabat luhur. Semoga bermanfaat untuk disimak dan direnungkan.

Drs. Eko Tjokrodjojo - Presidium Pengurus Pusat PMKRI 1968-1973

1 komentar:

  1. Youtube Gambling - Videoslots.cc
    Youtube Gambling. If you want to youtube to mp3 convert be a professional professional sports journalist or someone to promote your sports betting, then you've come to the right place.

    BalasHapus